Penulis : Chibtya Azzahra
Di era digital seperti sekarang, kebutuhan manusia akan kemudahan dalam mengakses layanan keuangan semakin meningkat. Salah satu yang kini marak adalah layanan pinjaman online atau pinjol. Sayangnya, tidak sedikit dari layanan ini yang justru menjerat masyarakat dengan bunga yang tinggi, penagihan yang tidak manusiawi, serta sistem riba yang sangat merugikan bahkan menjerumuskan kedalam penjara. Pertanyaannya, bagaimana pandangan Islam terhadap fenomena ini, terutama bila ditinjau dari Al-Qur’an? Islam telah jauh hari mengatur hubungan keuangan umat manusia, termasuk dalam hal pinjam-meminjam. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 275, Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. … Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa riba adalah sesuatu yang diharamkan, berbeda dengan transaksi jual beli yang sah. Dalam praktik pinjaman online, bunga yang dibebankan kepada peminjam sering kali sangat tinggi, bahkan bisa berkali lipat dari jumlah pinjaman pokok. Hal ini tentu jelas termasuk dalam praktik riba yang diharamkan, dimana jelas termasuk dalam praktik riba jahiliyah.
Menurut Imam Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, yang dimaksud riba adalah «setiap tambahan yang diambil tanpa adanya imbalan yang sah dalam syariat.» Beliau menegaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli karena mengandung prinsip taradhi (kerelaan) antara dua pihak, sementara riba diharamkan karena mengandung unsur kezaliman dan mengeksploitasi pihak yang lemah. Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an bahwa «Riba adalah tambahan yang tidak dibenarkan dalam syariat, karena tidak disertai pengganti (‘iwadh) yang sah, dan menjadi sebab kerusakan sosial.» Ayat ini turun untuk membedakan antara kauntungan yang halal (dari jual beli) dan tambahan yang haram (dari riba). Islam juga menegaskan larangan riba dalam ayat-ayat lainnya, seperti QS. Al-Baqarah: 278-279:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu benar-benar beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.”
Ayat ini memperlihatkan betapa seriusnya larangan riba dalam Islam, serta beratnya dosa riba hingga ancamannya adalah “perang” dari Allah dan Rasul-Nya. Para mufassir seperti Imam Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib, mamaknai ungkapan ”perang dari Allah” sebagai bentuk ancaman keras yang menunjukkan bahwa pelaku riba menentang hukum Allah secara terang-terangan. Maka dari itu, umat Islam harus sangat berhati-hati dalam berurusan dengan pinjaman berbasis bunga, termasuk pinjol. Selain riba, aspek lain yang juga ditekankan dalam Al-Qur’an adalah keadilan. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl: 90:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…”
Sistem pinjol yang marak saat ini sering kali jauh dari nilai-nilai keadilan. Banyak kasus menunjukkan bahwa peminjam dikejar-kejar oleh debt collector dengan cara yang kasar, bahkan hingga mempermalukan di media sosial atau menghubungi seluruh kontak di ponsel peminjam. Ini adalah bentuk kezaliman yang tidak bisa dibenarkan dalam Islam. Dalam QS. Al-Ma’idah: 8, Allah SWT juga berfirman:
“…Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…”
Artinya, dalam kondisi apapun, termasuk dalam urusan utang-piutang, Islam tetap menuntut keadilan dan perlakuan yang manusiawi.
Islam tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan alternatif solusi. Dalam QS. Al-Baqarah: 245, Allah SWT berfirman:
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (qard hasan), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak…”
Ayat ini menjadi dasar konsep qard hasan dalam Islam, yakni pinjaman tanpa bunga yang diberikan atas dasar tolong-menolong, bukan keuntungan. Di sinilah letak keindahan sistem keuangan Islam: memberikan solusi yang adil dan tidak memberatkan pihak yang sedang kesulitan. Konsep lain yang juga bisa diterapkan adalah wakaf produktif dan zakat, yang bisa diarahkan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan modal atau biaya mendesak tanpa harus terlilit utang riba.
Fenomena pinjaman online yang marak saat ini harus disikapi dengan bijak oleh umat Islam. Meski menawarkan kemudahan, banyak di antaranya mengandung unsur riba dan kezaliman yang bertentangan dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Islam tidak hanya melarang praktik riba, tetapi juga menawarkan solusi keuangan berbasis keadilan, tolong-menolong, dan keberkahan. Masyarakat Muslim perlu diedukasi dan peningkatan literasi agar tidak terjerumus dalam jebakan pinjaman berbunga tinggi, serta mulai membangun sistem keuangan Islam yang berbasis syariah secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana ditegaskan oleh ulama kontemporer seperti Wahbah az-Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, bahwa sistem keuangan islam harus berdiri di atas asas keadilan, kemaslahatan, dan tolong-menolong (ta’awun) bukan eksploitasi. Konsep qard hasan (pinjaman kebajikan), zakat, dan wakaf produktif dapat dijadikan opsi untuk membantu sesama tanpa menimbulkan beban yang sejalan dengan prinsip keadilan dalam QS. An-Nahl: 90 dan QS. Al-Ma’idah: 8.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an al-Karim.
- Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Beirut: Dar al-Fikr.
- Al-Qurthubi, Al-Jāmi‘ li Ahkām al-Qur’an. Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyah.
- Fakhruddin al-Razi, Mafātih al-Ghaib (Tafsir al-Kabir).
- Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, 1985.