UKM Pengembangan Tahfidhul Qur'an

Perempuan Karier dalam Pandangan Al-Qur’an: Batasan, Hak, dan Peran Strategis

Penulis : Chibtya Azzahra

Pada era modern, perubahan sosial membawa dampak besar terhadap posisi perempuan. Kini, perempuan tidak hanya menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sukses menunjukkan prestasi pada berbagai bidang, baik di dunia kerja, politik, pendidikan, hingga bisnis. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang sering kali digarisbawahi: bagaimana Islam, khususnya al-Qur’an, memandang kiprah perempuan di ruang publik? Apakah Islam memberikan batasan tertentu? Lalu, apa saja hak dan peran strategis perempuan karier?

Al-Qur’an menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam urusan sosial. Hal ini ditegaskan dalam QS. At-Taubah: 71

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗۗ اُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

“Dan orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar…”

Ayat ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki tanggung jawab moral dan sosial. Keduanya berperan dalam menegakkan kebaikan serta mencegah keburukan, sehingga perempuan tidak hanya diposisikan dalam lingkup domestik. Diperkuat dengan kisah Ratu Balqis yang diabadikan dalam QS. An-Naml: 23–44. Ia adalah seorang pemimpin perempuan yang mampu menjalankan kekuasaan dengan bijak. Menariknya, Nabi Sulaiman AS tidak serta-merta menolak kepemimpinannya, melainkan mengakui kecerdasan Ratu Balqis dan mengajaknya untuk beriman. Kisah ini menjadi bukti bahwa Islam tidak menutup peluang bagi perempuan untuk tampil dalam ranah publik.

Islam juga mengakui hak ekonomi perempuan. QS. An-Nisa: 32 menyebutkan:

“Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan…”

Pesan ayat ini jelas: perempuan berhak bekerja, memiliki pendapatan, serta mengelola hartanya secara mandiri. Contoh nyata dalam sejarah adalah Khadijah RA, istri Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai pebisnis sukses. Kekayaan dan kemandirian finansialnya justru memperkuat perannya sebagai pendukung utama dakwah Nabi. Uniknya, pendapatan perempuan sepenuhnya menjadi milik pribadi dalam Islam. Perempuan tidak dibebani kewajiban memberi nafkah, sebab tanggung jawab finansial tetap berada di pundak suami. Hal ini menunjukkan betapa Islam menghormati kemandirian perempuan sekaligus melindungi hak-hak mereka.

Walaupun Islam membuka ruang luas bagi perempuan untuk berkarya, syariat menetapkan sejumlah aturan agar aktivitas tersebut tidak bertentangan dengan nilai agama. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan antara lain:

  1. Berpakaian sesuai syariat – Perempuan wajib menutup aurat dan menjaga penampilan agar tetap terjaga.
  2. Menjaga interaksi dengan lawan jenis – Hubungan kerja harus tetap profesional, tanpa melanggar batas pergaulan.
  3. Tidak menelantarkan peran keluarga – Bagi yang sudah menikah, tanggung jawab sebagai istri dan ibu tetap prioritas utama.
  4. Menghindari pekerjaan haram – Segala bentuk pekerjaan yang bertentangan dengan nilai Islam, seperti mengeksploitasi tubuh, tidak diperbolehkan meskipun mendatangkan keuntungan.

Batasan ini bukanlah bentuk pembatasan semata, melainkan panduan agar perempuan tetap terlindungi dan terhormat di dunia kerja.

Kehadiran perempuan dalam dunia karir membawa dampak luas. Tidak hanya berperan dalam lingkup pribadi, tetapi juga mampu menjadi pilar perubahan di masyarakat. Perempuan dapat memperkuat sektor pendidikan, menjadi motor penggerak ekonomi, hingga tampil sebagai pemimpin sosial yang berintegritas. Dorongan untuk memberi kontribusi positif sejalan dengan perintah al-Qur’an dalam QS. Al-Baqarah: 148:

“…Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan…”

Perempuan yang menekuni karier dengan niat baik dapat menjadikan pekerjaannya sebagai ladang kebaikan. Tujuannya bukan sekadar mencari penghasilan, tetapi juga untuk membawa manfaat lebih luas bagi keluarga, masyarakat, dan umat.

Dalam perspektif al-Qur’an, perempuan bukan sekadar sosok yang terbatas pada peran rumah tangga. Perempuan memiliki hak penuh untuk bekerja, berperan di ranah publik, dan memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan peradaban. Islam menghargai kerja keras perempuan, selama aktivitas tersebut dijalankan sesuai koridor syariat. Dengan menjaga etika, keseimbangan peran keluarga, serta niat tulus, perempuan muslimah masa kini dapat tampil sebagai figur berdaya. Bukan hanya bagian dari rumah tangga, tetapi juga pilar penting dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Pada hakikatnya, al-Qur’an bukan kitab yang membelenggu perempuan. Justru sebaliknya, ia adalah sumber inspirasi yang mendorong perempuan untuk berkiprah, menebar manfaat, dan ikut membangun masyarakat yang adil serta berkeadaban.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *