Penulis : Salsabila Aqila Risfiana & Resti Kamilah Ghoyati
Stres adalah salah satu masalah mental yang paling sering dirasakan oleh Generasi Z. Tekanan hidup yang datang dari ekspektasi tinggi, media sosial, dan masa depan yang serba tidak pasti kerap kali menjadi beban pikiran. Di tengah kondisi ini, kisah-kisah para nabi memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana menghadapi beban pikiran dengan bijaksana. Salah satu yang sangat relevan adalah kisah Nabi Musa AS.
Bermula pada saat Nabi Musa mendapat perintah untuk menghadapi Firaun dan membebaskan Bani Israil dari perbudakan, tugas itu begitu besar. Sementara Musa merasa dirinya memiliki banyak keterbatasan. Hal ini tentu menambah pikiran Nabi Musa. Dalam Al-Qur’an, perasaan ini tergambar jelas melalui doa Musa:
“Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.”(QS. Thaha: 25-28)
Doa ini bukan hanya sebuah permohonan, tetapi juga ungkapan kejujuran bahwa Musa membutuhkan bantuan. Ia sadar bahwa tidak mungkin menghadapi beban berat itu tanpa dukungan dari Allah dan orang-orang terdekatnya.
Seringkali kita justru menceritakan kelemahan dan ketidakberdayaan kita kepada sesama manusia. Padahal hal itu bisa saja membuat kita merasa terbebani dan tidak menemukan solusi. Dalam kisah ini dijelaskan pentingnya mengakui apa yang dirasakan. Nabi Musa tidak menyembunyikan ketakutannya atau memaksakan diri untuk terlihat kuat, tetapi ia memilih untuk jujur, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada Allah. Langkah ini menunjukkan bahwa mengakui kelemahan bukanlah tanda kekalahan, melainkan awal dari kekuatan. Allah SWT justru menyukai hamba-Nya yang selalu memohon kepadanya.
Kisah Musa juga menggambarkan pentingnya membangun hubungan yang kuat dengan Allah. Dalam doa-doanya, Musa tidak hanya meminta kelapangan hati dan kemudahan, tetapi juga keberanian untuk menjalani tugas yang sulit. Hal ini mengajarkan bahwa melibatkan Allah dalam setiap langkah memberikan ketenangan batin dan energi baru untuk menghadapi tantangan.
Selain itu, Musa juga menunjukkan pentingnya mencari dukungan dari orang-orang terdekat. Dalam kisahnya, Musa memohon kepada Allah agar saudaranya, Harun, diizinkan untuk mendampinginya. Hal ini menjadi pengingat bahwa tidak perlu menghadapi tekanan hidup sendirian. Dukungan emosional dari keluarga atau teman dapat memberikan kekuatan tambahan untuk melangkah.
Kisah ini juga menyorot tentang pentingnya fokus pada langkah-langkah kecil. Tugas Musa memang sangat besar dan berat, tetapi ia memecahnya menjadi tindakan-tindakan kecil yang terjangkau. Dimulai dari berbicara kepada Firaun, menyampaikan pesan kebenaran, hingga memimpin umatnya dengan sabar. Proses ini menjadi contoh bahwa menghadapi masalah besar tidak harus dilakukan sekaligus, melainkan secara bertahap.
Dalam kehidupan Generasi Z, stres sering kali muncul karena merasa harus menyelesaikan semuanya sekaligus atau menghadapi ekspektasi yang tidak realistis. Kisah Nabi Musa memberikan inspirasi tentang pentingnya menerima keterbatasan, meminta bantuan, dan menjalani proses dengan perlahan.
Stres adalah bagian dari kehidupan. Bahkan dalam ilmu psikologi Stress merupakan perasaan yang wajar dan merupakan perasaan yang harus diakui. Stress bisa menjadi reaksi alami saat tubuh kita dalam bahaya, bahkan stress juga bisa menjadi motivasi dan faktor internal yang membantu kita berkembang. Dari kisah ini, terlihat bahwa seorang nabi pun tidak lepas dari rasa takut dan cemas. Namun, dengan keyakinan kepada Allah, dukungan dari orang terdekat, dan langkah-langkah kecil yang konsisten, tantangan sebesar apa pun dapat diatasi.
Seperti yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an:
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)
Janji ini menjadi pengingat bahwa setiap beban pasti memiliki jalan keluar, selama ada keberanian untuk memulai langkah pertama dan keyakinan bahwa pertolongan akan datang.
Setiap permasalahan yang membuat kita stress atau overthinking tidak hanya tentang kurangnya usaha kita namun bisa saja hal itu karena kita belum sepenuhnya berserah kepada-Nya. Untuk itu, mari usahakan berusaha dan husnudzon kepada-Nya, karena dengan husnudzon kita dapat memberikan afirmasi positif kepada diri sendiri bahwa segala sesuatu yang kita perjuangan dan kita peroleh adalah kehendak-Nya.